Sabtu, 24 Oktober 2015

Siklus Ekologi

Diposting oleh Unknown di 10/24/2015 09:07:00 AM 0 komentar
Lahan Basah Tibet Dukung Siklus Ekologi


Lahan basah di daerah otonomi Tibet merupakan lahan basah terbesar di Cina. Menyokong keberadaan padang rumput di Tibet Utara terletak diatas dataran lebih dari 4000 meter diatas permukaan laut. Danau serlikso adalah tempat tenang dengan tumbuhan dan hewan yang melimpah. Air birunya terasa sedikit asin seperti air laut. Penduduk setempat mengatakan bahwa danau telah meluas, permukaan airnya meninggi hampir semeter dibanding tahun lalu. Lei Guilong (Biro Kehutanan Daerah Otonomi Tibet ) mengatakan bahwa “Survei menunjukkan daerah basah Tibet telah meningkat sejak survei pertama. Selain itu, 90 % lahan basah telah mempertahankan produk identik”. Danau serlingso dan 20 danau lainnya telah membuat  perlindungan lahan basah menjadikan daerah ini lahan ideal bagi bebek langka. Ada sekitar seratus jenis burung yang tinggal disana. Tibet memiliki lebih dari seribu buad danau yang berkisar lebih dari 6 juta hektar. Menurut Liu Wulin (Institut Survey & Perencanaan Hutan Tibet) mengatakan bahwa “Lahan basah di Tibet sangat penting tidah hanya di Tibet tapi juga di seluruh negeri. Ini tidak hanya menyediakan tempat bagi kijang Tibet tapi juga sebagai tempat perkembangbiakan spesies penting seperti bangau leher hitam, angsa dan bebek. Dua survei dilakukan untuk memastikan luas lahan basah di Tibet. Survei pertama pada tahun 1996 hingga 2000 menunjukkan 15 juta hektar dengan 17 varietas yang terdiri dari 4 jenis lahan basah termasuk danau, kawah, sungai dan lahan basah buatan. 

Sumber : https://www.youtube.com/watch?v=gDvgffSKwCM

Manusia Dan Lingkungan Hidup

Diposting oleh Unknown di 10/24/2015 02:10:00 AM 0 komentar
 Manusia Merusak Bumi.

Kita adalah salah satu dari mereka. Disaat kita selesai menonton video ini empat ekor hewan laut akan mati dan kita telah menggunakan empat juta barang penyebab kematian tersebut. Kantong pelastik. Semua dimulai  dari satu kantong plastik. Kantong yang mudah, praktis dan gratis. Kita mendapatkan kantong plastic setiap berbelanja dan hanya memanfaatkannya untuk satu hari saja bahkan kurang. Kemudian kita membuangnya begitu saja di tempat sampah atau lebih buruk lagi melupakannya begitu saja. Sering pula kita menyimpannya didalam kantong plastik lain yang penuh dengan kantong plastik lainnya dan memasukkannya dalam laci yang berisi kantong plastik serupa dan berpikir untuk memakainya dilain waktu namun tak pernah terlaksana. sampai kita tidak tau lagi dimana meletakkannya kemudian memutuskan untuk membuangnya dan berakhir di tempat sampah. tidak terlihat dan tidak menjadi beban pikiran. Tidak sesederhana itu. Disaat kantong plastik tidak berakhir dengan memenuhi lemari kita, sebagian plastik berakhir di tempat pembuangan. Percayalah siapa pun tak ingin berada di tempat seperti itu. Karena plastik sangat ringan dan gratis, tak ada yang memperhatikan kantong plastik ini berserakan bersama sampah lainnya mereka sangat mudah terbawa angin, terseret air hingga berakhir di pantai, di sungai, di saluran air dan di pohon. Sekitar seribu tahun lamanya kantong plastick ini baru benar-benar bisa terurai. Dan disinilah masalah mengenai kantong plastik dimulai. Sekitar lima ratus miliar kantong plastik digunakan setiap tahun di seluruh dunia yang akan ada bersama kita selama seribu tahun. Jadi satu-satunya warisan yang akan bertahan sampai tujuh warisan adalah kantong plastik. Indonesia sendiri menggunakan sekitar seratus miliar kantong plastik setiap tahun yang menyebabkan kematian lebih dari seratus ribu hewan laut setiap tahun. Dengan kata lain saat kalimat ini selesai diucapkan, satu dari hewan laut baru saja mati. Jadi mengapa kita tetap menggunakan barang yang memerlukan tujuh puluh juta tahun untuk membuat. Plastik terbuat dari poli etilen yang bahan bakunya adalah minyak bumi yang berbahaya bagi lingkungan dan kita menggunakannya dalam hitungan menit hanya untuk dibuang dan membiarkannya selama seribu tahun. Karena kita telah membuatnnya sebagai kebiasaan dan kebiasaan sangat sulit untuk dihilangkan. Kerusakan lingkungan disebabkan oleh 2 faktor yaitu faktor manusia dan faktor alam. Kerusakan yang disebabkan oleh faktor alam yang pertama adalah gunung meletus. Gunung meletus adalah aktivitas gunung berapi yang mengeluarkan material berupa bahan padat, cair, dan gas dari dapur magma ke permukaan bumi. Yang kedua adalah angin topan. Angin topan adalah angin yang berhembus dengan kecepatan lebih dari 90 km / jam sebagai akibat perbedaan tekanan udara yang sangat ekstrim antara satu daerah dengan daerah lainnya. Yang ketiga adalah gempa bumi. Gempa bumi adalah getaran atau pergerakan lapisan bumi akibat tenaga dari dalam bumi, yang dapat berupa gempa vulkanik, atau gempa runtuhan (terban). Ketidakmampuan manusia sebagai subjek pengatur keseimbangan antara jumlah kebutuhan yang tidak terbatas dengan ketersediaan sumber daya alam yang jumlahnya terbatas akan selalu menjadi sumber masalah lingkungan yang mengancam kehidupan. Berikut beberapa bentuk kerusakan lingkungan akibat manusia. Yang pertama adalah banjir. Banjir adalah peristiwa terbenamnya daratan yang biasanya kering oleh air yang berasal dari sumber-sumber air yang ada di sekitarnya seperti meluapnya air sungai ke lingkungan sekitar sebagai akibat curah hujan tinggi dan penyumbatan saluran akibat sampah dan lainnya. Yang kedua adalah pencemaran air. Pencemaran air adalah terganggunya kesehatan air yang normal sebagai akibat terkontaminasinya air karena cairan kimia berbahaya, limbah industry dan lainnya. Yang ketiga adalah pencemaran tanah. Pencemaran tanah adalah terganggunya kesehatan tanah yang normal akibat terkontaminasinya oleh sampah, bahan kimia, dan lainnya. Walaupun ada juga kerusakan akibat alam itu sendiri, tetapi ada banyak juga kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kesalahan dan kelalaian manusia. Membuang sampah sembarangan, melakukan pembalakan liar, menangkap ikan dengan bahan peledak, dan tumpahan minyak akibat kebocoran merupakan penyebab terjadinya kerusakan lingkungan dan terjadinya bencana. Dampak yang terjadi pada kehidupan sekitar adalah orang-orang jatuh sakit, ikan dan binatang lainnya mati, lingkungan menjadi kumuh dan bau, binatang lainnya juga ikut tercemar, pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah. Kita dapat menjaganya agar tidak tercemar dengan cara membuang sampah pada tempatnya,. Kita harus bias mengelola lingkungan disekitar kita dengan baik, jangan sampai lingkungan kita tercemar akibat kesalahan kita sendiri. Lindungi lingkungan kita sendiri Karena sangan berguna bagi kehidupan masa depan. Mungkin suatu hari nanti sampai kita menjadi nenek moyang anak cucu kita adakah anda berpikir apakah yang akan kita berikan kepada para penerus kita nantinya. Kita tak henti-hentinya merusak alam kita tanpa kita sadari. Tanah, gunung, pohon selalu dirusak demi uang tanpa memikirkan para penerus kita nantinya. Mari kita jaga lingkungan kita bersama-sama dimulai dari diri kita sendiri.  Karena kalau bukan kita siapa lagi yang akan menjaga bumi dari tercemarnya lingkungan.

Sumber Daya Alam Indonesia

Diposting oleh Unknown di 10/24/2015 02:09:00 AM 0 komentar
PAotret Keadaan Hutan Indonesia (State Of Indonesia’s Forest)

Hutan adalah sumber daya alam yang strategis dan Indonesia merupakan Negara yang memiliki hutan hujan tropis ketiga di dunia setelah brazil dan kongo. Forest watch Indonesia mencatat sekitar 82 juta hektar daratan Indonesia yang masih tertutup oleh hutan. Dan ¾ nya berada di daratan papua dan Kalimantan. Luas tutupan hutan sampai ditahun 2013 secara berurutan adalah papua 29,4 juta hektar, Kalimantan 26,6 juta hektar sumatera 11,4 juta hektar, Sulawesi 8,9 juta hektar, Maluku 4,3 hektar, bali dan nusa tenggara 1,1 juta hektar, dan jawa 675.000 hektar. Data resmi kementrian kehutanan pada tahun 2013 luas kawasan hutan Indonesia adalah 127 juta hektar. Forest watch Indonesia menemukan bahwa 63 % atau 78 juta hektar daratan Indonesia merupakan wilayah yang memiliki tutupan hutan. Berdasarkan fungsi kawasan hutan, tutupan hutan yang tersisa sampai tahun 2013 adalah kawasan konservasi (3,2 juta hektar bukan hutan dan 10,6 juta hektar adalah hutan), hutan lindung ( 7.5 juta hektar bukan hutan dan 22,8 juta hektar adalah hutan), hutan produksi ( 16,6 juta hektar bukan hutan dan 17,1 juta hektar adalah hutan), hutan produksi terbatas ( 6,9 juta hektar bukan hutan dan 17,3 juta hektar adalah hutan), hutan produksi yang dapat di konversi ( 11,4 juta hektar bukan hutan dan 9,5 juta hektar adalah hutan), dan area penggunaan lain (51,3 juta hektar bukan hutan dan 4,6 juta hektar adalah hutan). Sementara itu, untuk wilayah yang tidak memiliki tutupan hutan tersebar disemua fungsi kawasan hutan bahkan terdapat juga di kawasan fungsi hutan lindung dan kawasan konservasi. Ada sekitar 11 juta kawasan tidak berhutan dalam kawasan hutan lindung dan kawasan reservasi. Dalam pengelolaan hutan pemerintah cenderung menjalankan administrasi perizinan pemanfaatan hutan. Dan saat ini terdapat 32 juta kawasan hutan dalam kondisi baik yang berada dalam posisi HTI, HPH, tambang dan perkebunan sawit. Bedasarkan pemantauan terhadap praktik pengelolaan hutan di Indonesia, konsesi-konsesi ini akan mendorong kerusakan hutan alam yang lebih besar dan terencana. Selain itu, 41 juta hutan alam yang belum terikat oleh lembaga-lembaga yang kuat dalam mengelola hutan ditingkat 4 sehingga berpotensi mendorong terjadinya kerusakan hutan. Untuk tutupan hutan di pulau-pulau kecil, forest watch melakukan study di kepulauan Aru provinsi Maluku. Meskipun luas hutan di pulau-pulau kecil proporsinya kecil terhadap tutupan hutan nasional, namun tutupan hutan di pulau-pulau kecil mempunyai peran yang penting bagi kehidupan masyarakat seperti menjaga ketersediaan air tawar dan benteng dari perubahan iklim. Hasil analisis forest watch Indonesia pada periode 2009 hingga 2013 Indonesia kehilangan tutupan hutan sebesar 4,5 juta hektar dan 1,13 juta hektar terjadi kerusakan hutan. Bahkan kerusakan hutan terjadi di kawasan konservasi dan hutan lindung. “Tingginya kerusakan hutan ini disebabkan oleh lemahnya kapasitas pemerintah dalam memanfaatkan dan mengatur sumber daya hutan. Kerusakan hutan Indonesia yang tinggi ini adalah potret lemahnya tata kelola kehutanan. Kami melihat masih banyak tumpang tindih penggunaan lahan antara PHTI, tambang, perkebunan, dan kalau kita lihat luasannya sangat besar sekali sekitar 14 juta hektar untuk area yang tumpang tindih. Artinya ada masalah tata kelola disana. Pemerintah tidak bisa menyediakan area yang clear dan clean unutk pengusaha yang berinvestasi. Selain itu ada juga permasalahan keadilan bagi masyarakat adat maupun lokal. Kalau kita lihat secara keseluruhan di Indonesia, hampir lebih dari 40 juta hektar kawasan di Indonesia itu diperuntukkan untuk pengusaha-pengusaha melalui HPH, HTI, atau pertambangan. Tetapi hanya sebagian kecil yang diberikan kepada masyarakat melalui HKM atau HTR atau sekitar 200.000 hektar. “ Tutur Soelthon G.N / forest watch Indonesia.
Penyebab kerusakan hutan dibagi menjadi dua kelompok yaitu penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung antara lain HPH, HTI, ekspansi perkebunan kelapa sawit, illegal logging, pertambangan dan pembakaran hutan. Sedangkan penyebab tidak langsung antara lain perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan, pemekaran wilayah administrasi, korupsi di sektor kehutanan, ekspansi industri dan kebutuhan pasar. Berikut adalah data deforestasi pada tahun 2009 sampai 2013. 2,3 juta hektar deforestasi didalam wilayah konsesi, 2,2 juta hektar deforestasi diluar wilayah konsesi. Kerusakan hutan alam terbesar terjadi di Kalimantan dan Sumatera. Hal ini disebabkan oleh ekspansi hutan tanaman industry, perkebunan kelapa sawit, eksploitasi tambang dan pembakaran hutan. Soelthon G.N / forest watch Indonesia mengatakan bahwa “Berdasarkan analisis forest wath Indonesia kami melihat bahwa laju deforestasi di Indonesia itu sekitar 1,13 juta hektar tiap tahun  dan apabila kondisi ini terus berlangsung tanpa ada perbaikan tata pengelola, luas hutan alam di Sumatera khususnya yang berada di kawasan konservasi akan habis di tahun 2033 dan tentunya akan diikuti oleh pelopor yang lain seperti Kalimantan dan Papua. “ Seperempat kerusakan hutan di Indonesia terjadi di lahan gambut. Pada periode tahun 2009 sampai 2013, forest wath mencatat 1,1 juta hektar hutan alam di lahan gambut telah hilang. Saat ini tersisa 9 juta hektar lahan gambut yang masih tertutup hutan alam. Pada tahun 2011, pemerintah mengeluarkan kebijakan penundaan ijin baru sebagai upaya penurunan dari deforestasi dan degradasi hutan. Namun realitanya pemerintah belum dikatakan berhasil untuk melindungi hutan alam yang tersisa di Indonesia. Kajian forest watch Indonesia menemukan bahwa masih banyak kawasan hutan yang belum terlindungi oleh kebijakan ini. Dari seluruh area berhutan di Indonesia, hanya 44,3 juta hektar yang terliput oleh kebijakan ini. Di dalam buku potret keadaan hutan Indonesia berisikan tentang ulasan mengenai data dan hasil analisis yang dilakukan oleh forest watch Indonesia terkait tutupan hutan alam dan perubahannya pada periode 2009 hingga 2013. “Forest watch Indonesia adalah lembaga pemantauan hutan independen yang memiliki visi untuk mewujudkan system pengelolaan data dan sistem informasi kehutanan yang terbuka dan dapat menjamin pengelolaan hutan Indonesia secara adil dan berkelanjutan. Soelthon G.N / forest watch Indonesia berharap buku potret keadaan Indonesia tersebut menjadi bahan bujukan dalam setiap pengambilan keputusan terkait dengan pengelolaan hutan di Indonesia. Selain itu juga mendorong partisipasi public dalam setiap proses-proses penglolaan hutan di Indonesia. “ jelas Soelthon G.N / forest watch Indonesia.
Meskipun telah banyak penghitungan laju deforestasi namun secara umum kecenderungan laju deforestasi masih tinggi. Oleh karena itu, diperlukan upaya terutama oleh pihak pemerintah untuk membenahi tata kelola hutan. Untuk Indonesia, untuk dunia.

Sabtu, 17 Oktober 2015

Fungsi - Fungsi Pancasila, Kaitan HAM Dengan Pancasila, Pengertian P4, Dan Kegunaan P4 Dalam Kehidupan

Diposting oleh Unknown di 10/17/2015 03:20:00 PM 0 komentar
I.                   Fungsi – fungsi Pancasila
a.       Pancasila sebagai dasar Negara
Dasar Negara merupakan alas atau fundamen yang menjadi pijakan dan mampu memberikan kekuatan kepada berdirinya sebuah Negara. Negara Indonesia dibangun juga berdasarkan pada suatu landasan atau pijakan yaitu pancasila. Pancasila dalam fungsinya sebagai dasar Negara murupakan sumber kaidah hokum yang mengatur Negara Republik Indonesia, termasuk didalamnya seluruh unsur - unsurnya yakni pemerintah, wilayah dan rakyat. Pancasila dalam kedudukannya seperti inilah yang merupakan dasar pijakan penyelenggaraan Negara dan seluruh kehidupan Negara Republik Indonesia.
b.      Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia
Ideologi berasal dari kata “Idea” yang berarti gagasan, konsep, pengertian dasar, cita – cita dan Logos yang berarti ilmu jadi ideology dapat diartikan ilmu pengertian – pengertian dasar. Dengan demikian pancasila sebagai ideology bangsa dimana pada hakikatnya merupakan suatu hasil renungan atau pemikiran bangsa Indonesia. Pancasila diangkat atau diambil dari nilai – nilai adat istiadat yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia, dengan kata lain pancasila merupakan bahan yang diangkat dari pandangan hidup masyarakat Indonesia.
c.       Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia
Pancasila dijadikan pedoman hidup bangsa Indonesia dalam mencapai kesejahteraan lahir dan batin dalam mayarakat yang heterogen (beraneka ragam).
d.      Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia
Menurut Von Savigny bahwa setiap bangsa punya jiwanya masing – masing yang disebut volkgeist yang artinya jiwa rakyat atau jiwa bangsa. Pancasila sebagai jiwa bangsa lahir bersamaan dengan adanya bangsa Indonesia yaitu pada jaman dahulu kala pada masa kejayaan nasional. Hal ini sesuai dengan apa yang telah dikemukakan oleh Prof. Mr. A.G Pringgodigdo dalam tulisan beliau dalam pancasila yang menyatakan bahwa pancasila itu sendiri telah ada sejak adanya bangsa Indonesia.
e.       Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia
Pancasila lahir bersamaan dengan lahirnya bangsa Indonesia dan merupakan cirri khas bangsa Indonesia dalam sikap mental maupun tingkah lakunya sehingga dapat membedakan dengan bangsa lain.
f.       Pancasila sebagai perjanjian luhur
Pancasila telah disepakati secara nasional sebagai dasar Negara tanggal 18 Agustus 1995 melalui siding PPKI (panitia persiapan kemerdekaan Indonesia).
g.      Pancasila sebagai sumber dari segala sumber tertib hokum
Segala peraturan perundang – undangan yang berlaku di Indonesia harus bersumberkan pancasila atau tidak bertentangan dengan pancasila.
h.      Pancasila sebagai cita – cita dan tujuan yang akan dicapai bangsa Indonesia
Masyarakat adil dan makmur yang merata materi dan spiritual yang berdasarkan pancasila.
i.        Pancasila sebagai falsafah hidup yang mempersatukan bangsa Indonesia
Pancasila merupakan sarana yang ampuh untuk mempersatukan bangsa Indonesia. Karena pancasila adalah falsafah hidup dan kepribadian bangsa Indonesia yang mengandung nilai – nilai dan norma – norma yang oleh bangsa Indonesia diyakini paling benar, adil, bijaksana dan tepat bagi bangsa Indonesia untuk mempersatukan rakyat Indonesia.
j.        Pancasila sebagai pandangan hidup
Setiap manusia di dunia pasti mempunyai pandangan hidup. Pandangan hidup adalah suatu wawasan menyeluruh terhadap kehidupan yang terdiri dari kesatuan rangkaian nilai – nilai luhur. Pandangan hidup berfungsi sebagai pedoman untuk mengatur hubungan manusia dengan sesama, lingkungan dan mengatur hubungan manusia dengan tuhannya.

II.                Kaitan HAM dengan pancasila
Pancasila yang satu dengan yang lainnya atau antara sila pertama sampai sila yang terakhir tidak dapat dipisahkan karena saling berkaitan erat yang intinya berisi tentang hak – hak manusia untuk memiliki keyakinan atau kepercayaan terhadap tuhan, hak untuk mendapatkan keadilan, hak untuk bersatu atau terciptanya perdamaian, hak untuk dipimpin oleh pemimpin yang adil, amanah, pintar, dan bertanggung jawab terhadap masyarakat dan adanya persamaan hak dalam bermasyarakat.

III.             A. Apa yang dimaksud dengan P4 ?
     Pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila (P4) atau Eka Prasetya Pancakarsa adalah sebuah penduan tentang pengamalan pancasila dalam kehidupan bernegara semasa orde baru. Panduan P4 dibentuk dengan ketetapan MPR no. II/MPR/1978. Ketetapan MPR no. II/MPR/1978 tentang eka prasetya pancakarsa menjabarkan kelima asas dalam pancasila menjadi 36 butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan pancasila. Saat ini produk hokum ini tidak berlaku lagi karena ketetapan MPR no. II/MPR/1978 telah dicabut dengan ketetapan MPR no. XVIII/MPR/1998 dan termasuk dalam kelompok ketetapan MPR yang sudah bersifat final atau selesai dilaksanakan menurut ketetapan MPR no. I/MPR/2003.
Dalam perjalanannya 36 butir pancasila dikembangkan lagi menjadi 45 butir olej BP7. Tidak pernah dipublikasikan kajian mengenai apakah butir – butir ini bener – benar diamalkan dalam keseharian warga Indonesia.

§  Sila pertama
1.      Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2.      Manusia Indonesia percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
3.      Mengembangkan sikap hormat – menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda – beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4.      Membina kerukunan hidup diantara sesame umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
5.      Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6.      Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing – masing.
7.      Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa kepada orang lain.

§  Sila kedua
1.      Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2.      Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda – bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan social, warna kulit dan sebagainya.
3.      Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
4.      Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
5.      Mengembangkan sikap tidak semena – mena terhadap orang lain.
6.      Menjunjung tinggi nilai – nilai kemanusiaan.
7.      Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8.      Berani membela kebenaran dan keadilan.
9.      Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
10.  Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

§  Sila ketiga
1.      Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
2.      Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
3.      Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
4.      Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
5.      Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
6.      Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
7.      Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
§  Sila keempat
1.      Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
2.      Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
3.      Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
4.      Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
5.      Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
6.      Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
7.      Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
8.      Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
9.      Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
10.  Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.
§  Sila kelima
1.      Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dari suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2.      Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
3.      Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4.      Menghormati hak orang lain.
5.      Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
6.      Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
7.      Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
8.      Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
9.      Suka bekerja keras.
10.  Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
11.  Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

B. Apa kegugaan P4 dalam kehidupan ?

Kita memang belum menemukan tolak ukur yang obyektif untuk menilai dampak
penataran selama ini. Namun cukup tanda – tanda bahwa secara umum sekarang ini pancasila telah mengakar lebih luas. Masyarakat menjadi lebih sadar, jujur, dan lebih yakin jika dibandingkan dengan keadaan sebelumnya. Itulah beberapa hasil positif dari program penataran P4. Ketetapa mengenai P4 tersebut merupakan babak baru dalam usaha kita semua untuk mewujudkan dan melestarikan pancasila.
            apabila sekarang rakyat Indonesia telah siap untuk menegaskan bahwa paancasila adalah satu – satunya asas bagi semua kekuatan social politik, maka langsung atau tidak langsung kesiapan itu juga dapat dilihat sebagai salah satu hasil dari gerakan memasyarakatkan P4 di waktu – waktu yang akan dating, juga dalam rangka meningkatkan kesadaran polotik rakyat, yang akan memantapkan stabilitas dan mendorong dinamika sosial.

Sejarah Bangsa Berkaitan Dengan Pancasila, Pancasila Sebagai Filsafat Dan Tugas Masa Depan Sebagai Mahasiswa

Diposting oleh Unknown di 10/17/2015 03:14:00 PM 0 komentar
       I.            Sejarah Bangsa Berkaitan Dengan Pancasila.

           
Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama dengan bangsa Indonesia sejak dahulu. Sejarah merupakan deretan peristiwa yang saling berhubungan. Peristiwa-peristiwa masa lampau yang berhubungan dengan kejadian masa sekarang dan semuanya bermuara pada masa yang akan datang. Hal ini berarti bahwa semua aktivitas manusia pada masa lampau berkaitan dengan kehidupan masa sekarang untuk mewujudkan masa depan yang berbeda dengan masa yang sebelumnya.
            Dasar Negara merupakan alas atau fundamen yang menjadi pijakan dan mampu memberikan kekuatan kepada berdirinya sebuah Negara. Negara Indonesia dibangun juga berdasarkan pada suatu landasan atau pijakan yaitu pancasila. Pancasila, dalam fungsinya sebagai dasar Negara, merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur Negara Republik Indonesia, termasuk di dalamnya seluruh unsur-unsurnya yakni pemerintah, wilayah, dan rakyat. Pancasila dalam kedudukannya merupakan dasar pijakan penyelenggaraan. Negara dan seluruh kehidupan Negara Republik Indonesia.
            Pancasila sebagai dasar Negara mempunyai arti yaitu mengatur penyelenggaraan pemerintahan. Konsekuensinya adalah Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum. Hal ini menempatkan pancasila sebagai dasar Negara yang berarti melaksanakan nilai-nilai Pancasila dalam semua peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah seharusnya semua peraturan perundang-undangan di Negara Republik Indonesia bersumber pada Pancasila.

A.     Pancasila Era Pra Kemerdekaan

Asal Mula Pancasila Secara Budaya
Menurut Sunoto (1984) melalui kajian filsafat Pancasila, menyatakan bahwa unsur-unsur Pancasila berasal dari bangsa Indonesia sendiri, walaupun secara formal Pancasila baru menjadi dasar Negara Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945, namun jauh sebelum tanggal tersebut bangsa Indonesia telah memiliki unsur-unsur Pancasila dan bahkan melaksanakan di dalam kehidupan merdeka. Sejarah bangsa Indonesia memberikan bukti yang dapat kita cari dalam berbagai adat istiadat, tulisan, bahasa, kesenian, kepercayaan, agama dan kebudayaan pada umumnya. (Sunoto, 1984: 1). Dengan rinci Sunoto menunjukkan fakta historis, diantaranya adalah :
1.      Ketuhanan Yang Maha Esa : bahwa di Indonesia tidak pernah ada putus-putusnya orang percaya kepada Tuhan.
2.      Kemanusiaan yang adil dan beradab : bahwa bangsa Indonesia terkenal ramah tamah, sopan santun, lemah lembut dengan sesama  manusia.
3.      Persatuan Indonesia : bahwa bangsa Indonesia dengan ciri-cirinya guyub, rukun, bersatu, dan kekeluargaan.
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan : bahwa unsur-unsur demokrasi sudah ada dalam masyarakat kita.
5.      Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia : bahwa bangsa Indonesia dalam menunaikan tugas hidupnya terkenal lebih bersifat social dan berlaku adil terhadap sesama.
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia, ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 sebagai dasar negara, maka nilai-nilai kehidupan berbangsa, bernegara dan berpemerintahan sejak saat itu haruslah berdasarkan pada Pancasila, namun pada kenyataannya, nilai-nilai yang ada dalam Pancasila telah dipraktekkan oleh nenek moyang bangsa Indonesia dan kita praktekkan hingga sekarang. Hal ini berarti bahwa semua nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila telah ada dalam kehidupan rakyat Indonesia sejak zaman nenek moyang.
                        Teori Nilai Budaya
Bangsa Indonesia mengakui bahwa Pancasila telah ada dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari sejak bangsa Indonesia itu ada. Keberadaan Pancasila masih belum terumuskan secara sistematis seperti sekarang yang dapat kita lihat. Pancasila pada masa tersebut identik dengan nilai-nilai luhur yang dianut bangsa Indonesia sebagai nilai budaya. Nilai budaya merupakan pedoman hidup bersama yang tidak tertulis dan merupakan kesepakatan bersama yang diikuti secara suka rela.
Nilai budaya merupakan suatu upaya untuk menjawab persoalan-persoalan yang cukup vital dalam kehidupan manusia. Nilai budaya merupakan cara manusia menjawab baik secara pribadi atau masyarakat terhadap masalah-masalah yang mendasar di dalam hidupnya. Nilai tersebut merupakan suatu sistem yang di dalamnya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. (Koentjaraningrat, 1974: 32). Nilai budaya akan mempengaruhi pandangan hidup, sistem normatif moral dan seterusnya hingga akhirnya pengaruh itu sampai pada hasil tindakan manusia.
Nilai budaya dengan masing-masing orientasinya akan mempengaruhi pandangan hidup. Pandangan hidup adalah sesuatu yang dipakai oleh masyarakat dalam menentukan nilai kehidupan. Pandangan hidup sebenarnya meliputi bagaimana masyarakat memandang aspek hubungan dalam hidup dan kehidupan yakni hubungan manusia dengan yang transenden, hubungan dengan diri sendiri, dan hubungan manusia dengan sesama makhluk lain. Dalam bahasa Notonagoro dikenal istilah-istilah kedudukan kodrat, susunan kodrat, sifat kodrat manusia. Dari sini dapat disimpulkan bahwa manusia mempunyai tiga kecenderungan mendasar yaitu theo-genetis, bio-genetis, dan sosio-genetis.
                        Asal Mula Pancasila Secara Formal
A.T. Soegito (1999: 32) dengan mengutip beberapa sumber bacaan menjelaskan bahwa mengenal diri sendiri berarti mengetahui apa yang dapat dilakukannya, dan tak seorang pun akan tahu apa yang dapat dilakukannya sebelum dia mencoba, satu-satunya petunjuk yang dapat ditemukan untuk mengetahui sesuatu yang dapat dilakukan manusia adalah dengan mengetahui kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh manusia yang terdahulu. Oleh karena itu, nilai sejarah terletak pada kenyataan bahwa ia mengajarkan apa yang telah dilakukan oleh manusia dan dengan demikian apa sesungguhnya manusia. Tanpa mengetahui sejarah, seseorang tidak dapat memperoleh pengertian kualitatif dari gejala-gejala sosial yang ada. Secara rinci Sartono Kartodirdjo menjelaskan bahwa fungsi pengajaran sejarah nasional Indonesia meliputi : 1. Membangkitkan perhatian serta minat kepada sejarah tanah airnya; 2. Mendapatkan inspirasi dari cerita sejarah; 3. Memupuk alam pikiran ke arah kesadaran sejarah; 4. Memberi pola pikiran ke arah kesadaran sejarah; 5. Mengembangkan pikiran penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Dalam memahami sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang terkait dengan Pancasila, Dardji Darmodihardjo mengajukan kesimpulan bahwa nilai-nilai Pancasila telah menjiwai tonggak-tonggak sejarah nasional Indonesia yaitu 1. Cita- cita luhur bangsa Indonesia yang diperjuangkan untuk menjadi kenyataan; 2. Perjuangan bangsa Indonesia tersebut berlangsung berabad-abad, bertahap dan menggunakan cara yang bermacam-macam; 3. Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan titik kulminasi sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang dijiwai oleh pancasila; 4. Pembukaan UUD 1945 merupakan uraian terperinci dari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945; 5. Empat pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 1945; paham negara persatuan, negara bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, negara berdasarkan kedaulatan rakyat, negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab; 6. Pasal-pasal UUD 1945 merupakan uraian terperinci dari pokok-pokok yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945 yang berjiwakan Pancasila; 7. Maka penafsiran sila-sila pancasila harus bersumber, berpedoman dan berdasar kepada Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945. (Dardji Darmodihardjo, 1978: 40).
Secara historis rumusan- rumusan Pancasila dapat dibedakan dalam tiga kelompok (Bakry, 1998: 20) :
1.      Rumusan Pancasila yang terdapat dalam sidang-sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang merupakan tahap pengusulan sebagai dasar negara Republik Indonesia, termasuk Piagam Djakarta.
2.      Rumusan Pancasila yang ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia sebagai dasar filsafat Negara Indonesia yang sangat erat hubungannya dengan Proklamasi Kemerdekaan.
3.      Beberapa rumusan dalam perubahan ketatanegaraan Indonesia selama belum berlaku kembali rumusan Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.
Masa pengusulan
Dalam sidang Teiku Gikoi (Parlemen Jepang) pada tanggal 7 September 1944, perdana menteri Jepang Jendral Kuniaki Koisi, atas nama pemerintah Jepang mengeluarkan janji kemerdekaan Indonesia yang akan diberikan pada tanggal 24 Agustus 1945, sebagai janji politik. Sebagai realisasi janji ini, pada tanggal 1 Maret 1945 Jepang mengumumkan akan dibentuknya Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai). Badan ini baru terbentuk pada tanggal 29 April 1945.
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia dilantik pada tanggal 28 Mei 1945 oleh Gunseikan (Kepala Pemerintahan bala tentara Jepang di Jawa), dengan susunan sebagai berikut Ketua Dr. KRT. Radjiman Wedyodiningrat, ketua muda Ichibangase Yosio (anggota luar biasa, bangsa Jepang), Ketua Muda R. Panji Soeroso (merangkap Tata Usaha), sedangkan anggotanya berjumlah 60 orang tidak termasuk ketua dan ketua muda.
Adanya badan ini memungkinkan bangsa Indonesia dapat mempersiapkan kemerdekaannya secara legal, untuk merumuskan syarat-syarat apa yang harus dipenuhi sebagai negara yang merdeka. Oleh karena itu, peristiwa ini dijadikan sebagai suatu tonggak sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai cita-citanya.
Badan penyelidik ini mengadakan sidang hanya dua kali. Sidang pertama pada tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945, sedangkan sidang kedua pada tanggal 10 Juli sampai dengan 17 Juli 1945.
                        Masa Sidang Pertama BPUPKI
Pada sidang pertama pada tanggal 29 Mei 1945 M. Yamin mengemukakan usul yang disampaikan dalam pidatonya yang berjudul asas dan dasar negara Kebangsaan Indonesia di hadapan sidang lengkap BPUPKI. Beliau mengusulkan dasar negara bagi Indonesia Merdeka yang akan dibentuk meliputi Peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri Ketuhanan, peri kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat.
Selain usulan dalam bentuk pidato, usulan M. Yamin juga disampaikan dalam bentuk tertulis tentang lima asas dasar negara dalam rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang berbeda rumusan kata-kata dan sistematikanya dengan isi pidatonya. Rumusannya yang tertulis adalah sebagai berikut :
1.      Ketuhanan Yang Maha Esa,
2.      Kebangsaan Persatuan Indonesia,
3.      Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,
5.      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Tangaal 31 Mei 1945 Soepomo mengusulkan perihal yang pada dasarnya bukan dasar negara merdeka, akan tetapi tentang paham negaranya yaitu negara yang berpaham integralistik. Soepomo mengusulkan tentang dasar pemikiran negara nasional bersatu yang akan didirikan harus berdasarkan atas pemikiran integralistik tersebut yang sesuai dengan struktur sosial Indonesia sebagai ciptaan budaya bangsa Indonesia yaitu: struktur kerohanian dengan cita-cita untuk persatuan hidup, persatuan kawulo gusti, persatuan dunia luar dan dunia batin, antara mikrokosmos dan makrokosmos, antara rakyat dan pemimpin-pemimpinnya.
Syarat mutlak bagi adanya negara menurut Soepomo adalah adanya daerah, rakyat, dan pemerintahan. Mengenai dasar dari negara Indonesia yang akan didirikan, ada tiga persoalan yaitu:
1.      Persatuan negara, negara serikat, persekutuan negara,
2.      Hubungan antara negara dan agama,
3.      Republik atau monarchie.
Pada hari berikutnya, tanggal 1 juni 1945 Ir. Soekarno juga mengusulkan lima dasar bagi negara Indonesia yang disampaikan melalui pidatonya mengenai Dasar Indonesia merdeka. Lima dasar itu atas petunjuk seseorang ahli bahasa yaitu Mr. M. Yamin. Lima dasar yang diajukan Bung Karno ialah Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau perikemanusiaa, Mufakat atau demokrasi, Kesejahteraan sosial, Ketuhanan yang berkebudayaan. Lima rumusan tersebut menurutnya dapat diringkas menjadi tiga rumusan yang diberi nama Tri-Sila yaitu dasar pertama, kebangsaan dan perikemanusiaan (nasionalisme dan internasionalisme) diringkas menjadi satu diberi nama sosio-nasionalisme. Dasar kedua, demokrasi dan kesejahteraan diringkas menjadi menjadi satu dan biberi nama sosio-demokrasi. Sedangkan dasar yang ketiga, ketuhanan yang berkebudayaan yang menghormati satu sama lain disingkat menjadi ketuhanan.
Setelah selesai masa sidang pertama, dengan usulan dasar negara baik dari M. Yamin dan Soekarno, dan paham negara integralistik dari Soepomo maka untuk menampung perumusan-perumusan yang bersifat perorangan, dibentuklah panitia kecil penyelidik usul-usul yang terddiri atas Sembilan orang yang diketuai oleh Soekarno, yang kemudian disebut dengan panitia Sembilan.
Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan berhasil merumuskan Rancangan pembukaan Hukum Dasar, yang oleh Mr. M. Yamin dinamakan Jakarta Charter atau Piagam Jakarta. Di dalam rancangan pembukaan alinea keempat terdapat rumusan Pancasila yang tata urutannya tersusun secara sistematis:
1.      Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2.      Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.      Persatuan Indonesia
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5.      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Selain itu, dalam piagam Jakarta pada alenia ketiga juga memuat rumusan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang pertama berbunyi “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya”. Kalimat ini merupakan cetusan hati nurani bangsa Indonesia yang diungkapkan sebelum Proklamasi kemerdekaan, sehingga dapat disebut sebagai declaration of Indonesian Independence.
                         Masa Sidang Kedua BPUPKI
Masa sidang kedua BPUPKI yaitu pada tanggal 10 Juli sampai dengan 17 Juli 1945, merupakan masa sidang penentuan perumusan dasar negara yang akan merdeka sebagai hasil kesepakatan bersama. Anggota BPUPKI dalam masa sidang kedua ini ditambah enam orang anggota baru. Sidang lengkap BPUPKI pada tanggal 10 Juli 1945 menerima hasil panitia kecil atau panitia Sembilan yang disebut dengan piagam Jakarta. Disamping menerima hasil rumusan Panitia Sembilan dibentuk juga panitia-panitia Hukum Dasar yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok panitia perancang Hukum Dasar yaitu:
1.      Panitia Perancang Hukum Dasar diketuai oleh Ir. Soekarno dengan anggota yang berjumlah 19 orang,
2.      Panitia Pembela Tanah Air dengan ketua Abikusno Tjokrosujoso beranggotakan 23 orang,
3.      Panitia Ekonomi dan Keuangan dengan ketua Moh. Hatta bersama 23 orang anggota.
Panitia perancang Hukum Dasar kemudian membentuk lagi panitia kecil. Perancang Hukum Dasar yang dipimpin oleh Soepomo. Panitia-panitia kecil itu dalam rapatnya tanggal 11 dan 13 Juli 1945 telah menyelesaikan tugasnya menyusun Rancangan Hukum Dasar. Selanjutnya pada tanggal 14 Juli 1945 sidang BPUPKI mengesahkan naskah rumusan panitia Sembilan yang dinamakan Piagam Jakarta sebagai Rancangan Pembukaan Hukum Dasar, dan pada tanggal 16 Juli 1945 menerima seluruh Rancangan Hukum Dasar yang sudah selesai dirumuskan dan di dalamnya juga memuat Piagam Jakarta sebagai pembukaan.
Hari terakhir sidang BPUPKI tanggal 17 Juli 1945, hanya merupakan sidang penutupan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia secara resmi. Dengan berakhirnya sidang ini maka selesailah tugas badan tersebut, yang hasilnya akan dijadikan dasar bagi negara Indonesia yang akan dibentuk sesuai dengan janji Jepang. Sampai akhir sidang BPUPKI ini rumusan Pancasila dalam sejarah perumusannya ada empat macam:
1.      Rumusan pertama Pancasila adalah usul dari Muh. Yamin pada tanggal 29 Mei 1945, yaitu usul pribadi dalam bentuk pidato
2.      Rumusan kedua Pancasila adalah usul Muh. Yamin tanggal 29 Mei 1945, yakni usul pribadi dalam bentuk tertulis,
3.      Rumusan ketiga Pancasila usul bung Karno tanggal 1 Juni 1945, usul pribadi dengan nama Pancasila,
4.      Rumusan keempat Pancasila dalam piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945, hasil kesepakatan bersama pertama kali.
Meskipun Pancasila secara formal belum menjadi dasar negara Indonesia, namun unsur-unsur sila-sila Pancasila yang dimiliki bangsa Indonesia telah menjadi dorongan perjuangan bangsa Indonesia pada masa silam. Pada saat proklamasi, semua kekuatan dari berbagai lapisan masyarakat bersatu dan siap mempertahankan  serta mengisi kemerdekaan yang telah diproklamasikan. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah revolusi Pancasila.
Sehari setelah Proklamasi kemerdekaan Indonesia, tepatnya tanggal 18 Agustus 1945, diadakan sidang pleno PPKI untuk membahas Naskah Rancangan Hukum Dasar yang akan ditetapkan sebagai Undang-Undang Dasar (1945). Tugas PPKI semula hanya memeriksa hasi sidang BPUPKI, kemudian anggotanya disempurnakan. Penambahan keanggotaan ini menyempurnakan kedudukan dan fungsi yang sangat penting sebagai wakil bangsa Indonesia dalam membentuk negara Republik Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Dalam sidang pertama PPKI tanggal 18 Agustus 1945 berhasil mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dengan menetapkan (Kaelan, 1993: 43-45) :
1.      Piagam Jakarta yang telah diterima sebagai rancangan Mukaddimah Hukum Dasar oleh BPUPKI pada tanggal 14 Juli 1945 dengan beberapa perubahan, disahkan sebagai Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
2.      Rancangan Hukum Dasar yang telah diterima oleh BPUPKI pada tanggal 16 Juli 1945 setelah mengalami berbagai perubahan, disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
3.      Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang pertama, yaitu Ir. Soekarno sebagai Presiden dan Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden.
4.      Menetapkan berdirinya Komite Nasional sebagai Badan Musyawarah darurat.
Dengan disahkan dan ditetapkan Piagam Jakarta sebagai Pembukaan UUD 1945, maka lima dasar yang diberi nama Pancasila tetap tercantum di dalamnya. Hanya saja sila Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa, atas prakarsa Drs. Moh. Hatta. Rumusan Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai rumusan kelima dalam sejarah perumusan Pancasila, dan merupakan rumusan pertama yang diakui sebagai dasar filsafat negara secara formal.
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merupakan suatu asas kerohanian yang meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum, sehingga merupakan suatu sumber nilai, norma serta kaidah baik moral maupun hukum negara, dan menguasai hukum dasar baik yang tertulis atau UUD, maupun yang tidak tertulis atau konvensi. Oleh karena itu, kedudukan Pancasila sebagai dasar negara ini memiliki kekuatan yang mengikat secara hukum. Seluruh bangsa Indonesia tak terkecuali dengan demikian wajib mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum Indonesia, ia tercantum dalam ketentuan tertinggi yaitu Pembukaan UUD 1945 yang diwujudkan lebih lanjut di dalam pokok pikiran, yang meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945, yang pada akhirnya dikonkrietisasikan dalam pasal-pasal UUD 1945 maupun dalam hukum positif lainnya. Konsekuensi kedudukan Pancasila sebagai dasar negara ini lebih lanjut dapat dirinci sebagai berikut: Pertama; Pancasila sebagai dasar negara merupakan sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum Indonesia. Kedua; Pancasila sebagai dasar negara meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945.Ketiga; Pancasila sebagai dasar negara mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara Indonesia. Keempat; Pancasila sebagai dasar negara mengandung norma yang mengharuskan UUD mengandung isi yang mewajibkan pemerintah maupun para penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
B.     Pancasila Era Kemerdekaan
Dalam perjalanan kehidupan bangsa Indonesia pasca kemerdekaan, Pancasila mengalami banyak perkembangan. Sesaat setelah kemerdekaan Indonesia pada 1945, Pancasila melewati masa-masa percobaan demokrasi. Pada waktu itu, Indonesia masuk ke dalam era percobaan demokrasi multi-partai dengan sistem kabinet parlementer. Partai-partai politik pada masa itu tumbuh sangat subur, dan proses politik yang ada cenderung selalu berhasil dalam mengusung kelima sila sebagai dasar negara (Somantri, 2006). Pancasila pada masa ini mengalami masa kejayaannya. Selanjutnya, pada akhir tahun 1959, Pancasila melewati masa kelamnya dimana Presiden Soekarno menerapkan sistem demokrasi terpimpin. Pada masa itu, presiden dalam rangka tetap memegang kendali politik terhadap berbagai kekuatan mencoba untuk memerankan politik integrasi paternalistik (Somantri, 2006). Pada akhirnya, sistem ini seakan mengkhianati nilai-nilai yang ada dalam Pancasila itu sendiri, salah satunya adalah sila permusyawaratan. Kemudian, pada 1965 terjadi sebuah peristiwa bersejarah di Indonesia dimana partai komunis berusaha melakukan pemberontakan. Pada 11 Maret 1965, Presiden Soekarno memberikan wewenang kepada Jenderal Suharto atas Indonesia. Ini merupakan era awal orde baru dimana kemudian Pancasila mengalami mistifikasi. Pancasila pada masa itu menjadi kaku dan mutlak pemaknaannya. Pancasila pada masa pemerintahan presiden Soeharto kemudia menjadi core-values (Somantri, 2006), yang pada akhirnya kembali menodai nilai-nilai dasar yang sesungguhnya terkandung dalam Pancasila itu sendiri. Pada 1998, pemerintahan presiden Suharto berakhir dan Pancasila kemudian masuk ke dalam era baru yaitu era demokrasi, hingga hari ini.

C.     Pancasila Era Orde Lama
Kedudukan pancasila sebagai idiologi Negara dan falsafah bangsa yang pernah dikeramatkan dengan sebutan azimat revolusi bangsa, pudar untuk pertama kalinya pada akhir dua dasa warsa setelah proklamasi kemerdekaan. Meredupnya sinar api pancasila sebagai tuntunan hidup berbangsa dan bernegara bagi jutaan orang diawali oleh kahendak seorang kepala pemerintahan yang terlalu gandrung pada persatuan dan kesatuan. Kegandrungan tersebut diwujudkan dalam bentuk membangun kekuasaan yang terpusat, agar dapat menjadi pemimpin bangsa yang dapat menyelesaikan sebuah revolusi perjuangan melawan penjajah (nekolim, neokolonialisme) serta ikut menata dunia agar bebas dari penghisapan bangsa atas bangsa dan penghisapan manusia dengan manusia.
Orde lama berlangsung dari tahun 1959-1966. Pada masa itu berlaku demokrasi terpimpin. Setelah menetapkan berlakunya kembali UUD 1945, Presiden Soekarno meletakkan dasar kepemimpinannya. Yang dinamakan demokrasi terimpin yaitu demokrasi khas Indonesia yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Demokrasi terpimpin dalam prakteknya tidak sesuai dengan makna yang terkandung didalamnya dan bahkan terkenal menyimpang. Dimana demokrasi dipimpin oleh kepentingan-kepentingan tertetu.
Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintah sering terjadi penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga MPRS yang bertentangan dengan pancasila dan UUD 1945. Artinya pelaksanaan UUD1945 pada masa itu belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi karena penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang presiden dan lemahnya control yang seharusnya dilakukan DPR terhadap kebijakan-kebijakan.
Selain itu, muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang berkepanjangan sehingga situasi politik, keamanaan dan kehidupan ekonomi makin memburuk puncak dari situasi tersebut adalah munculnya pemberontakan G30S/PKI yang sangat membahayakan keselamatan bangsa dan Negara.
Mengingat keadaan makin membahayakan Ir. Soekarno selaku presiden RI memberikan perintah kepada Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1969 (Supersemar) untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan bagi terjaminnya keamanaan, ketertiban dan ketenangan serta kesetabilan jalannya pemerintah. Lahirnya Supersemar tersebut dianggap sebagai awal masa orde baru.

D.    Pancasila Era Orde Baru
Era Orde Baru dalam sejarah republik ini merupakan masa pemerintahan yang terlama, dan bisa juga dikatakan sebagai masa pemerintahan yang paling stabil. Stabil dalam artian tidak banyak gejolak yang mengemuka, layaknya keadaan dewasa ini. Stabilitas  yang diiringi dengan maraknya pembangunan di segala bidang. Era pembangunan, era penuh kestabilan, menimbulkan romantisme dari banyak kalangan.
Diera Orde Baru, yakni stabilitas dan pembangunan, serta merta tidak lepas dari keberadaan Pancasila. Pancasila menjadi alat bagi pemerintah untuk semakin menancapkan kekuasaan di Indonesia. Pancasila begitu diagung-agungkan; Pancasila begitu gencar ditanamkan nilai dan hakikatnya kepada rakyat; dan rakyat tidak memandang hal tersebut sebagai sesuatu yang mengganjal.
Menurut Hendro Muhaimin bahwa Pemerintah di era Orde Baru sendiri terkesan “menunggangi” Pancasila, karena dianggap menggunakan dasar negara sebagai alat politik untuk memperoleh kekuasaan. Disamping hal tersebut, penanaman nilai-nilai Pancasila di era Orde Baru juga dibarengi dengan praktik dalam kehidupan sosial rakyat Indonesia. Kepedulian antarwarga  sangat kental, toleransi di kalangan masyarakat cukup baik, dan budaya gotong-royong sangat dijunjung tinggi. Selain penanaman nilai-nilai tersebut dapat dilihat dari penggunaan Pancasila sebagai asas tunggal dalam kehidupan berorganisasi, yang menyatakan bahwa semua organisasi, apapun bentuknya, baik itu organisasi masyarakat, komunitas, perkumpulan, dan sebagainya haruslah mengunakan Pancasila sebagai asas utamanya.

Romantisme Pelaksanaan P4
Di era Orde Baru, terdapat kebijakan Pemerintah terkait penanaman nilai-nilai Pancasila, yaitu Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Materi penataran P4 bukan hanya Pancasila, terdapat juga materi lain seperti UUD 1945, Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), Wawasan Nusantara, dan materi lain yang berkaitan dengan kebangsaan, nasionalisme dan patriotisme. Kebijakan tersebut disosialisaikan pada seluruh komponen bangsa sampai level bawah termasuk penataran P4 untuk siswa baru Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA), yang lalu dilanjutkan di perguruan tinggi hingga di wilayah kerja. Pelaksanaannya dilakukan secara menyeluruh melalui Badan Penyelenggara Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7) dengan metode indoktrinasi.
Visi Orde Baru pada saat itu adalah untuk mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Sejalan dengan semakin dominannya kekuatan negara, nasib Pancasila dan UUD 1945 menjadi semacam senjata bagi pemerintahan Orde Baru dalam hal mengontrol perilaku masyarakat. Seakan-akan ukurannya hanya satu: sesuatu dianggap benar kalau hal tersebut sesuai dengan keinginan penguasa, sebaliknya dianggap salah kalau bertentangan dengan kehendaknya. Sikap politik masyarakat yang kritis dan berbeda pendapat dengan negara dalam prakteknya malah dengan mudahnya dikriminalisasi.
Penanaman nilai-nilai Pancasila pada saat itu dilakukan tanpa sejalan dengan fakta yang terjadi di masyarakat, berdasarkan perbuatan pemerintah. Akibatnya, bukan nilai-nilai Pancasila yang meresap ke dalam kehidupan masyarakat, tetapi kemunafikan yang tumbuh subur dalam masyarakat. Sebab setiap ungkapan para pemimpin mengenai nilai-nilai kehidupan tidak disertai dengan keteladanan serta tindakan yang nyata, sehingga banyak masyarakat pun tidak menerima adanya penataran yang tidak dibarengi dengan perbuatan pemerintah yang benar-benar pro-rakyat.

Pancasila yang Begitu Diagung – Agungkan
Pada era Orde Baru sebagai era “dimanis-maniskannya” Pancasila. Secara pribadi, Soeharto sendiri seringkali menyatakan pendapatnya mengenai keberadaan Pancasila, yang kesemuanya memberikan penilaian setinggi-tingginya terhadap Pancasila. Ketika Soeharto memberikan pidato dalam Peringatan Hari Lahirnya Pancasila, 1 Juni 1967. Soeharto mendeklarasikan Pancasila sebagai suatu force yang dikemas dalam berbagai frase bernada angkuh, elegan, begitu superior. Dalam pidato tersebut, Soeharto menyatakan Pancasila sebagai “tuntunan hidup”, menjadi “sumber tertib sosial” dan “sumber tertib seluruh perikehidupan”, serta merupakan “sumber tertib negara” dan “sumber tertib hukum”. Kepada pemuda Indonesia dalam Kongres Pemuda tanggal 28 Oktober 1974, Soeharto menyatakan, “Pancasila janganlah hendaknya hanya dimiliki, akan tetapi harus dipahami dan dihayati!” Dapat dikatakan tidak ada yang lebih kuat maknanya selain Pancasila di Indonesia, pada saat itu, dan dalam era Orde Baru.

Demokrasi Pancasila : Wajah Semu Era Orde Baru
Di dalam P4, melalui Ketetapan MPR (TAP MPR) No. II/MPR/1978 (sudah dicabut), adalah 36 butir Pancasila sebagai ciri-ciri manusia Pancasilais. Pemerintah Orde Baru mengharapkan melalui 36 butir Pancasila, yang serta merta “wajib hukumnya” untuk dihafal, akan terbentuk suatu tatanan rakyat Indonesia yang mempraktikkan kesemuanya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, lalu terciptalah negara Indonesia yang adil dan makmur, di segala bidang. Akan tetapi, justru penghafalan itu yang menjadi bumerangnya. Cita-cita yang terkembang melalui P4 hanya keluar dari mulut saja, tanpa ada pengamalan yang berarti untuk setiap butir yang terkandung di dalamnya, meskipun tidak terjadi secara general.
E.     Pancasila Era Reformasi

Memahami peran Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks sebagai dasar negara dan ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar setiap warga negara Indonesia memiliki pemahaman yang sama dan akhirnya memiliki persepsi dan sikap yang sama terhadap kedudukan, peranan dan fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pancasila sebagai paradigma ketatanegaraan artinya pancasila menjadi kerangka berpikir atau pola berpikir bangsa Indonesia, khususnya sebagai dasar negara ia sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai negara hukum, setiap perbuatan baik dari warga masyarakat maupun dari pejabat-pejabat harus berdasarkan hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dalam kaitannya dalam pengembangan hukum, Pancasila harus menjadi landasannya. Artinya hukum yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila Pancasila. Substansi produk hukumnya tidak bertentangan dengan sila-sila pancasila.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan bidang sosial politik mengandung arti bahwa nilai-nilai Pancasila sebagai wujud cita-cita Indonesia merdeka di implementasikan sebagai berikut :
1. Penerapan dan pelaksanaan keadilaan sosial mencakup keadilan politik,
     agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.
2. Melaksanakan keadilaan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan
     berdasarkan konsep mempertahankan kesatuan.
3. Dalam pelaksanaan pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan
     kemanusiaan yang adil dan beradab.
4. Nilai-nilai keadilan, kejujuran, dan toleransi bersumber pada nilai
      ketuhanan yang maha esa.

Pancasila sebagai paradigma nasional bidang ekonomi mengandung pengertian bagaimana suatu falsafah itu diimplementasikan secara riil dan sistematis dalam kehidupan nyata.
 Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional bidang kebudayaan mengandung pengertian bahwa Pancasila adalah etos budaya persatuan, dimana pembangunan kebudayaan sebagai sarana pengikat persatuan dalam masyarakat majemuk. Oleh karena itu smeboyan Bhinneka Tunggal Ika dan pelaksanaan UUD 1945 yang menyangkut pembangunan kebudayaan bangsa hendaknya menjadi prioritas, karena kebudayaan nasional sangat diperlukan sebagai landasan media sosial yang memperkuat persatuan. Dalam hal ini bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa persatuan.
Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Nasional Bidang Hankam, maka paradigma baru TNI terus diaktualisasikan untuk menegaskan, bahwa TNI telah meninggalkan peran sosial politiknya atau mengakhiri dwifungsinya dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari sistem nasional. Pancasila sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan, dengan memasuki kawasan filsafat ilmu (philosophy of science) ilmu pengetahuan yang diletakkan diatas pancasila sebagai paradigmanya perlu difahami dasar dan arah penerapannya, yaitu pada aspek ontologis, epistomologis, dan aksiologis. Ontologis, yaitu bahwa hakikat ilmu pengetahuan aktivitas manusia yang tidak mengenal titik henti dalam upayanya untuk mencari dan menemukan kebenaran dan kenyataan. Ilmu pengetahuan harus dipandang secara utuh, dalam dimensinya sebagai proses menggambarkan suatu aktivitas warga masyarakat ilmiah yang melalui abstraksi, spekulasi, imajinasi, refleksi, observasi, eksperimentasi, komparasi dan eksplorasi mencari dan menemukan kebenaran dan kenyataan. Sebagai produk, adanya hasil yang diperoleh melalui proses, yang berwujud karya-karya ilmiah beserta aplikasinya yang berwujud fisik ataupun non fisik. Epistimologi, yaitu bahwa Pancasila dengan nilai-nilai yang terkandung didalamnya dijadikan metode berpikir, dalam arti dijadikan dasar dan arah didalam pengembangan ilmu pengetahuan yang parameter kebenaran serta kemanfaatan hasil-hasil yang dicapainya adalah nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila itu sendiri.Aksilogis, yaitu bahwa dengan menggunakan epistemologi tersebut diatas, pemanfaatan dan efek pengembangan ilmu pengetahuan secara negatif tidak bertentangan dengan Pancasila dan secara positif mendukung atau mewujudkan nilai-nilai ideal Pancasila.
Memahami peran Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks sebagai dasar negara dan ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar setiap warga negara Indonesia memiliki pemahaman yang sama dan akhirnya memiliki persepsi dan sikap yang sama terhadap kedudukan, peranan dan fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Semenjak ditetapkan sebagai dasar negara (oleh PPKI 18 Agustus 1945), Pancasila telah mengalami perkembangan sesuai dengan pasang naiknya sejarah bangsa Indonesia (Koento Wibisono, 2001) memberikan tahapan perkembangan Pancasila sebagai dasar negara dalam tiga tahap yaitu :

1.      Tahap 1945 – 1968 Sebagai Tahap Politis
Dimana orientasi pengembangan Pancasila diarahkan kepada Nation and Character Building. Hal ini sebagai perwujudan keinginan bangsa Indonesia untuk survival dari berbagai tantangan yang muncul baik dalam maupun luar negeri, sehingga atmosfir politik sebagai panglima sangat dominan. Pancasila sebagai Dasar Negara misalnya menurut Notonagoro dan Driarkara. Kedua ilmuwan tersebut menyatakan bahwa Pancasila mampu dijadikan pangkal sudut pandang dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan bahkan Pancasila merupakan suatu paham atau aliran filsafat Indonesia, dan ditegaskan bahwa Pancasila merupakan rumusan ilmiah filsafati tentang manusia dan realitas, sehingga Pancasila tidak lagi dijadikan alternatif melainkan menjadi suatu imperatif dan suatu philosophical concensus dengan komitmen transenden sebagai tali pengikat kesatuan dan persatuan dalam menyongsong kehidupan masa depan bangsa yang Bhinneka Tunggal Ika. Bahkan Notonagoro menyatakan bahwa Pembukaan UUD 1945 merupakan staatfundamental Norm yang tidak dapat diubah secara hukum oleh siapapun. Sebagai akibat dari keberhasilan mengatasi berbagai tantangan baik dari dalam maupun dari luar negeri, masa ini ditandai oleh kebijakan nasional yaitu menempatkan Pancasila sebagai asas tunggal.
2.      Tahap 1969 – 1994 Sebagai Tahap Pembangunan Ekonomi
Yaitu upaya mengisi kemerdekaan melalui program-program ekonomi. Orientasi pengembangan Pancasila diarahkan pada bidang ekonomi, akibatnya cenderung menjadikan ekonomi sebagai ideologi. Pada tahap ini pembangunan ekonomi menunjukkan keberhasilan secara spektakuler, walaupun bersamaan dengan itu muncul gejala ketidakmerataan dalam pembagian hasil pembangunan. Kesenjangan sosial merupakan fenomena yang dilematis dengan program penataran P4 yang selama itu dilaksanakan oleh pemerintah. keadaan ini semakin memprihatinkan setelah terjadinya gejala KKN dan Kronisme yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Bersamaan dengan itu perkembangan perpolitikan dunia, setelah hancurnya negara-negara komunis, lahirnya tiga raksasa kapitalisme dunia yaitu Amerika Serikat, Eropa dan Jepang. Oleh karena itu Pancasila sebagai dasar negara tidak hanya dihantui oleh supersifnya komunisme melainkan juga harus berhadapan dengan gelombang aneksasinya kapitalisme, disamping menhadapi tantangan baru yaitu KKN dan kronisme.
3.      Tahap 1995 – 2020 Sebagai Tahap Repositioning Pancasila
Dunia masa kini sedang dihadapi kepada gelombang perubahan secara cepat, mendasar, spektakuler, sebagai implikasi arus globalisasi yang melanda seluruh penjuru dunia, khususnya di abad XXI sekarang ini, bersamaan arus reformasi yang sedang dilakukan oleh bangsa Indonesia. Reformasi telah merombak semua segi kehidupan secara mendasar, maka semakin terasa orgensinya untuk menjadi Pancasila sebagai dasar negara dalam kerangka mempertahankan jatidiri bangsa dan persatuan dan kesatuan nasional, lebih-lebih kehidupan perpolitikan nasional yang tidak menentu di era reformasi ini. Berdasarkan hal tersebut diatas perlunya reposisi Pancasila yaitu reposisi Pancasila sebagai dasar negara yang mengandung makna Pancasila harus diletakkan dalam keutuhannya dengan Pembukaan UUD 1945, dieksplorasikan pada dimensi-dimensi yang melekat padanya.

Realitasnya bahwa nilai-nilai yang terkandung didalamnya dikonkritisasikan sebagai ceminan kondisi obyektif yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, suatu rangkaian nilai-nilai yang bersifat “sein im sollen dan sollen im sein”.

Idealitasnya bahwa idealisme yang terkandung didalamnya bukanlah sekedar utopi tanpa makna, melainkan diobyektifitasikan sebagai akta kerja untuk membangkitkan gairah dan optimisme para warga masyarakat guna melihat hari depan secara prospektif.

Fleksibilitasnya dalam arti bahwa Pancasila bukanlah barang jadi yang sudah selesai dan dalam kebekuan dogmatis dan normatif, melainkan terbuka bagi tafsi-tafsir baru untuk memenuhi kebutuhan zaman yang terus menerus berkembang, dengan demikian tanpa kehilangan nilai hakikinya Pancasila menjadi tetap aktual, relevan serta fungsional sebagai penyangga bagi kehidupan bangsa dan negara.
Di era reformasi ini, Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan mempengaruhi dan menuntun masyarakat. Pancasila tidak lagi populer seperti pada masa lalu. Elit politik dan masyarakat terkesan masa bodoh dalam melakukan implementasi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila memang sedang kehilangan legitimasi, rujukan dan elan vitalnya. Sebab utamannya karena rejim Orde Lama dan Orde Baru menempatkan Pancasila sebagai alat kekuasaan yang otoriter. Terlepas dari kelemahan masa lalu, sebagai konsensus dasar dari berdirinya bangsa ini, yang diperlukan dalam konteks era reformasi adalah pendekatan-pendekatan yang lebih konseptual, komprehensif, konsisten, integratif, sederhana dan relevan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.



    II.            Pancasila Sebagai Filsafat
Pancasila selain ditetapkan sebagai dasar Negara, juga sebagai pandangan hidup, landasan ideology dan sebagai falsafah atau filsafat bangsa.
Sebenarnya Bangsa Indonesia sudah ada sejak zaman Sriwijaya dan zaman Majapahit dalam satu kesatuan. Namun, dengan datangnya bangsa-bangsa barat  persatuan dan kesatuan itu dipecah oleh mereka dalam rangka menguasai daerah Indonesia yang kaya raya ini. Berkat perjuangan yang gigih dari seluruh  rakyat Indonesia pada zaman penjajahan Jepang dibentuk suatu badan yang diberi nama BPUPKI. Badan ini diresmikan tanggal 28 Mei 1945 oleh pemerintah Jepang. Tanggal 29 Mei 1945 Mr. Muhammad Yamin mengutarakan prinsip dasar negara yang sekaligus sesudah berpidato menyerahkan teks pidatonya beserta rancangan undang-undang dasar.
Pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato membahas dasar negara. Dan  pada tanggal 18 Agustus 1945 ditetapkan undang-undang dasar yang diberi nama Undang-Undang Dasar 1945. Sekaligus dalam pembukaan Undang-Undang Dasar sila-sila Pancasila ditetapkan. Jadi, Pancasila sebagai filsafat bangsa Indonesia ditetapkan bersamaan dengan ditetapkannya Undang-Undang Dasar 1945, dan menjadi ideologi bangsa Indonesia. Arti Pancasila sebagai dasar filsafat negara adalah sama dan mutlak bagi seluruh tumpah darah Indonesia. Tidak ada tempat bagi warga negara Indonesia yang pro dan kontra, karena Pancasila sudah ditetapkan sebagai filsafat bangsa Indonesia.
Filsafat Pancasila mampu memberikan dan mencari kebenaran yang substansi tentang hakikat negara, ide negara, dan tujuan negara. Dasar Negara kita ada lima dasar dimana setaip silanya berkaitan dengan sila yang lain dan merupakan satu kesatuan yang utuh, tidak terbagi dan tidak terpisahkan. Saling memberikan arah dan sebagai dasar kepada sila yang lainnya. Tujuan negara akan selalu kita temukan dalam setiap konstitusi negara bersangkutan. Karenanya tidak selalu sama dan bahkan ada kecenderungan perbedaan yang jauh sekali antara tujuan disatu negara dengan negara lain. Bagi Indonesia secara fundamental tujuan itu ialah Pancasila dan sekaligus menjadi dasar berdirinya negara ini.
Pancasila sebagi filsafat bangsa harus mampu menjadi perangkat dan pemersatu dari berbagai ilmu yang dikembangkan di Indonesia. Fungsi filsafat akan terlihaat jelas, kalau di negara itu sudah berjalan keteraturan kehidupan bernegara.
 Pancasila merupakan suatu sistem filsafat. Dalam sistem itu masing-masing silanya saling kait mengkait merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Di dalam Pancasila tercakup filsafat hidup dan cita-cita luhur bangsa Indonesia tentang hubunagan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesame manusia, hubungan manusia dengan lingkungannya. Menurut Driyakarya, Pancasila memperoleh dasarnya pada eksistensi manusia sebagai manusia, lepas dari keadaan hidupnya yang tertentu. Pancasila merupakan filsafat tentang kodrat manusia. Dalam pancasila tersimpul hal-hal yang asasi tentang manusia. Oleh karena itu pokok-pokok Pancasila bersifat universal.

            Pandangan Integralistik Dalam Filsafat Pancasila

Secara lebih lanjut dapat dikemukakan pula bahwa dasar filsafat bangsa Indonesia bersifat majemuk tunggal (monopluralis), yang merupakan persatuan dan kesatuan dari sila-silanya. Akan tetapi bukan manusia yang menjadi dasar persatuan dan kesatuan dari sila-sila Pancasila itu, melainkan dasar persatuan dan kesatuan itu terletak pada hakikat manusia. Secara hakiki, susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan badan, sifat kodratnya adalah sebagai makhluk individu dan makhluk  sosial, dan kedudukan kodratnya adalah sebagai makhluk Tuhan dan makhluk yang berdiri sendiri (otonom). Aspek-aspek hakikat kodrat manusia itu dalam realitasnya saling berhubungan erat, saling brkaitan, yang satu tidak dapat dipisahkan dari yang lain. Jadi bersifat monopluralis, dan hakiikat manusia yang monopluralis itulah yang menjadi dasar persatuan dan kesatuan sila-sila Pancasila yang merupakan dasar filsafat Negara Indonesia.
Pancasila yang bulat dan utuh yang bersifat majemuk tunggal itu menjadi dasar hidup bersama bangsa Indonesia yang bersifat majemuk tunggal pula. Dalam kenyataannya, bangsa Indonesia itu terdiri dari berbagai suku bangsa, adat istiadat, kebudayaan dan  agama  yang berbeda. Dan diantara perbedaan yang ada sebenarnya juga terdapat kesamaan. Secara hakiki, bangsa Indonesia yang memiliki perbedaan-perbedaan itu juga memiliki kesamaan,.bangsa Indonesia berasal dari keturunan nenek moyang yang sama, jadi dapat dikatakan memiliki kesatuan  darah. Dapat diungkapkan pula bahwa bangsa Indonesia yang memilikiperbedaan itu juga mempunyai kesamaan sejarah dan nasib kehidupan.
Secara bersama bangsa Indonesia pernah dijajah, berjuang melawan penjajahan, merdeka dari penjajahan. Dan yang lebih penting lagi adalah bahwa setelah merdek, bangsa Indonesia mempunyai kesamaan tekad yaitu mengurus kepentingannya sendiri dalam bentuk Negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Kesadaran akan perbedaan dan kesamaan inilah yang menumbuhkan niat, kehendak (karsa dan Wollen) untuk selalu menuju kepada persatuan dan kesatuan bangsa atau yang lebih dikenal dengan wawasan “ bhineka tunggal ika “.

Pernyataan lebih lanjut adalah bagaimana bangsa Indonesia melaksanakan kehidupan bersama berlandaskan kepada dasar filsafat Pancasila sebagai asas persatuan dan kesatuan sebagai perwujudan hakikat kodrat manusia. Pada saat mendirikan Negara Indonesia, para pendiri sepakat untuk mendirikan Negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak masyarakat Indonesia,yaitu Negara yang berdasar atas aliran pikiran Negara (staatsidee) negara yang integralistik, negara yang bersatu dengan seluruh rakyatnya, yang mengatasi seluruh golongan dalam bidang apapun.
Jadi negara sebagai susunan dari seluruh masyarakat dimana segala golongan, segala bagian dan seluruh anggotanya berhubungan erat satu dengan  lainnya dan merupakan persatuan dan kesatuan yang organis. Kepentingan individu dan kepentingan bersama harus diserasikan dan diseimbangkan antara satu dengan lainnya. Hidup kenegaraan diatur dalam prinsip solidaritas, menuntut bahwa kebersamaan dan individu tidak  dapat dipertentangkan satu dengan lainnya. Negara harus dipandang sebagai institusi seluruh rakyat yang memberi tempat bagi semua golongan dan lapisan masyarakat dalam bidang apapun.
Sebaliknya negara juga bertanggung jawab atas kemerdekaan dan kesejahteraan semua warga negara. Tujuan Negara adalah kesejahteraan umum. Oleh karena itu negara tidak mempersatukan diri dengan golongan  terbesar, juga tidak mempersatukan diri dengan golongan yang paling kuat, melainkan Negara mengusahakan tujuannya dengan memperhatikan semua golongan dan semua perseorangan. Negara mempersatukan diri dengan seluruh lapisan masyarakat.

 III.            Tugas Masa Depan Bagi Mahasiswa

Mahasiswa sebagai elemen utama penerus bangsa tentunya merupakankesatuan yang sangat penting untuk memajukan dan menjalankan kehidupan bangsa di masa mendatang. Mahasiswa sangat dikenal dengan pemikirannya yangsangat kritis, demokratis dan konstruktif. Suara suara mahasiswa biasanyadianggap sebagai realita social yang ada dilingkungan masyarakat sehingga sangat pantas jika mahasiswa dianggap sebagai roda penggerak bangsa. Namun terdapat istilah “mahasiswa menara gading” adalah sebutan untuk mahasiswa yang hanya berada di dalam kampus saja tanpa mereka turun ke lapangan untuk melihatrealitas kehidupan yang sebenarnya terjadi di masayarakat. Mahasiswa menaragading tak lain beda dengan mahasiswa apatis yang mereka hanya sibuk belajartanpa merasakan hal-hal lain diluar teori yang mereka terima di dalam kampusatau bahkan sama sekali tidak peduli dengan kehidupan di luar sana.
           
Berikut peran strategis dari mahasiswa :

1.      Sebagai penyampai kebenaran
Walaupun negri ini diselimuti oleh berbagai permasalahan bangsa yang sangat kompleks, mahasiswa selalu berada di jalur terdepan untuk menyampaikankebenaran atau realita yang sesungguhnya terjadi, walau banyak pihak pihak yang berkepentingan menekan pergerakan mahasiswa tetapi tidak pernah berhenti untuk menyampaikan kebenaran yang ada.

2.      Sebagai agen perubahan (agent of change)
Agent of change merupakan bentuk kesadaran, tanggung jawab, kepedulian,kepekaan untuk memajukan, memperbaiki, meningkatkan kualitas, memenuhiharapan dan sebagainya. Semuanya bertujuan untuk perbaikan dan berbuatkebaikan. Jelas bukan mengekor, tetapi suatu ketulusan, keberanian untukmengajarkan dan mengajak berbuat untuk yang positif. Juga kerelaan untuk berani berkorban dan dikorbankan. Agen perobahan bisa saja justru dimusihi, dianggapsok tahu, sok bersih, sok modern, melanggar aturan dan ketentuan yang sudah ada.Bisa saja akan dabel buruk bahkan dikembangkan menjadi kebencian.Pada masa sekarang ini perubahan begitu cepat dan dinamis. Bagi yang tidakmampu mengikuti mungkin akan ditinggalkan. Kalau sejajar dan seimbangdengan perubahan maka akan terengah-engah mengikuti perubahan. Tetapi kalaumampu lebih maju dari perubahan maka akan mampu memimpin perubahan.Melakukan perubahan bukan sekedar merubah tanpa tahu esensi perubahan.
Melakukan suatu perubahan itu berarti :
a.       Mampu belajar memperbaiki dari masa lalu. Yang berarti mampu menangkapdan memberdayakan potensi-potensi yang ada, menjadikan tantangan dankelemahan menjadi suatu peluang atau harapan untuk dapat hidup tumbuh dan berkembang.
b.      Siap menghadapi dan memenuhi harapan dan tuntutan masa kini yang modern,dinamis, cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel dan informatif.
c.       Mampu menyiapkan untuk masa yang akan datang menjadi lebih: sempurna, baik, maju, modern, dinamis, cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabeldaninformatif.Menjadi agen Peruban adalah jiwa yang sadar, peka, peduli danmempunyai mimpi ke depan untuk membawa kemajuan. Tidak mudahimplementasinya. Selain menghadapi kelompok-kelompok status quo, kelompok-kelompok yang resistan terhadap perubahan juga akan menghadang dan berusahamenentang suatu perubahan karena merasa previlagenya tergangganggu.

Hal ini tentu sangat terlihat jika kita kembali ke tahun 1998, dimana terjadidemonstrasi mahasiswa yang menuntut perubahan system pemerintahanIndonesia yang dirasa sudah tidak tepat lagi untuk dilanjutkan, dengan usahamahasiswa ini akhirnya kitapun bias masuk kedalam era roformasi yang sudahdinanti sebelumnya.
    
3.      Sebagai generasi penerus masa depan (iron stock)
Dengan intelektualitasnya yang mumpuni dan softskill yang cukup makasudah tidak diragukan lagi mahasiswa diformulasikan untuk melanjutkangenerasi penerus bangsa ini.

4.      Moral Force

Mahasiswa harus punya moral yang baik agar bisa merubah bangsa ke arahlebih baik. Apalagi seperti kondisi bangsa saat ini yang selalu dibayangi kasuskorupsi. Mahasiswa sebagai generasi penerus diharapkan memiliki akhlak terpuji dan moral yang baik dengan harapan ketika mereka menempati posisi pemerintahan, hal yang tidak diinginkan seperti kasus korupsi dan hal-halyang menyimpang lainnya bisa dihapuskan. Mereka dituntut untuk memberikan teladan yang baik demi perubahan bangsa. Moral Foce inilahyang akan menumbuhkan jiwa leadership dalam benak mahasiswa. Tentunya dengan jiwa leadership ini akan menjadikan mahasiswa sebagai teladan yang bijak.
 

Catatan Tangan Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review