Pengertian
Otonomi Daerah
Secara umum, Pengertian otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus diri sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Istilah otonomi
daerah bukan hal yang baru bagi bangsa dan negara RI sebab sejak Indonesia
merdeka sudah dikenal dengan Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID), yaitu
lembaga yang menjalankan pemerintahan daerah dan melaksanakan tugas mengatur
rumah tangga daerahnya.
1.
Pengertian otonomi daerah secara etimologi
Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani yang berarti auto,
dan nomous. Auto berarti sendiri, dan nomous berarti hukum atau
peraturan. jadi, pengertian otonomi daerah adalah aturan yang mengatur
daerahnya sendiri.
2.
Pengertian otonomi daerah menurut definisi para ahli
Ada beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian otonomi
daerah. Macam-macam pendapat para ahli tersebut adalah sebagai berikut...
- Menurut
UU No. 32 tahun 2004 : Pengertian
otonomi daerah menurut UU No. 32 Tahun 2004 adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
- Menurut kamus hukum dan glosarium otonomi daerah : Pengertian otonomi daerah menurut kamus hukum dan
glosarium otonomi daerah adalah kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
- Menurut encyclopedia of social scince : Pengertian
otonomi daerah menurut Encyclopedia of social scince adalah hak sebuah
organisasi sosial untuk mencukupi diri sendiri dan kebebasan
aktualnya.
- Menurut pendapat para ahli : Pengertian
otonomi daerah menurut pendapat para ahli adalah kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam ikatan NKRI.
- Menurut kamus besar bahasa Indonesia : Pengertian
otonomi daerah menurut kamus besar bahasa indonesia adalah hak, wewenang
dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3.
Hakikat otonomi daerah
Berdasarkan
pengertian-pengertian otonomi daerah tersebut dapat disimpulkan bahwa hakikat
otonomi daerah adalah sebagai berikut.
- Daerah
memiliki hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangga pemerintahan
sendiri, baik, jumlah, macam, maupun bentuk pelayanan masyarakat yang
sesuai kebutuhan daerah masing-masing.
- Daerah
memiliki wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri,
baik kewenangan mengatur maupun mengurus rumah tangga pemerintahan sendiri
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
4.
Tujuan otonomi daerah
Maksud
dan tujuan otonomi daerah adalah sebagai berikut...
- agar
tidak terjadi pemusatan dalam kekuasaan pemerintahan pada tingkat pusat
sehingga jalannya pemerintahan dan pembangunan berjalan lancar
- agar
pemerintah tidak hanya dijalankan oleh pemerintah pusat, tetapi daerah pun
dapat diberi hak untuk mengurus sendiri kebutuhannya
- agar
kepentingan umum suatu daerah dapat diurus lebih baik dengan memperhatikan
sifat dan keadaan daerah yang mempunya kekhususan sendiri.
5.
Prinsip otonomi daerah
Prinsip ototnomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya, prinsip
otonomi yang nyata, dan berprinsip otonomi yang bertanggung jawab. Jadi,
kewenangan otonomi yang diberikan terhadap daerah adalah kewenangan otonomi
luas, nyata dan bertanggung jawab. Berikut prinsip-prinsip otonomi daerah...
- Prinsip
otonomi seluas-luasnya, artinya daerah diberikan kewenangan mengurus dan
mengatur semua urusan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang
pemerintahan, kecuali kewenangan terhadap bidang politik luar negeri,
keamanan, moneter, agamar, peradilan, dan keamanan. serta fiskal
nasional.
- Prinsip
otonomi nyata, artinya daerah diberikan kewenangan untuk menangani urusan
pemerintahan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya
telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan
potensi dan kekhasan daerah.
- Prinsip
otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam
penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud
pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan
nasional.
6.
Asas otonomi daerah
Pedoman
pemerintahan diatur dalam Pasal 20 UU No. 32 Tahun 2004. Penyelenggaraan
pemerintahan berpedoman pada asas umum penyelenggaraan negara yang terdiri atas
sebagai berikut..
- Asas
kepastian hukum adalah asas yang mengutamakan landasan peraturan
perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan
penyelenggara negara.
- Asas
tertip penyelenggara adalah asas menjadi landasan keteraturan, keserasian,
dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara negara.
- Asas
kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan
cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.
- Asas
keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informas yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang
penyelenggara negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi
pribadi, golongan, dan rahasia negara.
- Asas
proporsinalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan
kewajiban
- Asas
profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keadilan yang berlandaskan
kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Asas
akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil
akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Asas
efisiensi dan efektifitas adalah asas yang menjamin terselenggaranya
kepada masyarakat dengan menggunakan sumber daya tersedia secara optimal
dan bertanggung jawab (efisiensi = ketepatgunaan, kedaygunaan, efektivitas
= berhasil guna).
Adapun
penyelenggaraan otonomi daerah menggunakan tiga asas antara lain sebagai
berikut...
- Asas
desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah
kepada daerah otonom dalam kerangka NKRI
- Asas
dekosentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada gubernur
sebagai wakil pemerintah dan atau perangkat pusat daerah
- Asas
tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan desa,
dan dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai
pembiayaan, sarana, dan prasarana serta sumber daya manusia dengan
kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkan kepada yang
menugaskan.
Otonomi Daerah Di Indonesia
Merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”
Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945
berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia,
yaitu:
1. Nilai
Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan
bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang
bersifat negara ("Eenheidstaat"), yang berarti kedaulatan yang
melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di
antara kesatuan-kesatuan pemerintahan; dan
2.
Nilai
dasar Desentralisasi Teritorial,
dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya
sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa Pemerintah diwajibkan untuk
melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.
Dikaitkan dengan dua nilai dasar tersebut di atas,
penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia berpusat pada pembentukan
daerah-daerah otonom dan penyerahan/pelimpahan sebagian kekuasaan dan
kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus
sebagian sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut. Adapun titik berat
pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati II) dengan
beberapa dasar pertimbangan.
1.
Dimensi
Politik, Dati II dipandang kurang mempunyai
fanatisme kedaerahan sehingga risiko gerakan separatisme dan peluang
berkembangnya aspirasi federalis relatif minim;
2. Dimensi
Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan kepada masyarakat relatif dapat lebih efektif;
3.
Dati II adalah daerah "ujung
tombak" pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah yang lebih tahu
kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.
Atas dasar itulah, prinsip otonomi yang dianut adalah:
1.
Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan
kondisi obyektif di daerah;
2. Bertanggung
jawab, pemberian otonomi
diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah
air; dan
3. Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan
untuk lebih baik dan maju
Aturan perundang-undangan
Beberapa aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan
pelaksanaan Otonomi Daerah:
1.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1974
tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah
2.
Undang-Undang No. 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah
3. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
4.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah
5. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
6.
Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang
Perubahan atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
7.
Undang-Undang No. 12 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
Pelaksanaan otonomi daerah pada masa orde baru
Sejak tahun 1966, pemerintah Orde Baru berhasil membangun
suatu pemerintahan nasional yang kuat dengan menempatkan stabilitas politik sebagai
landasan untuk mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia. Politik yang pada
masa pemerintahan Orde Lama dijadikan panglima, digantikan dengan ekonomi
sebagai panglimanya, dan mobilisasi massa atas dasar partai secara perlahan
digeser oleh birokrasi dan politik teknokratis. Banyak prestasi dan hasil yang
telah dicapai oleh pemerintahan Orde Baru, terutama keberhasilan di bidang
ekonomi yang ditopang sepenuhnya oleh kontrol dan inisiatif program-program
pembangunan dari pusat. Dalam kerangka struktur sentralisasi kekuasaan politik
dan otoritas administrasi inilah, dibentuklah Undang-Undang No. 5 Tahun 1974
tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Mengacu pada UU ini, Otonomi
Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban Daerah untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku. Selanjutnya
yang dimaksud dengan Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah,
adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang
berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Undang-undang No. 5 Tahun 1974 ini juga meletakkan
dasar-dasar sistem hubungan pusat-daerah yang dirangkum dalam tiga prinsip:
1.
Desentralisasi, penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah atau Daerah
tingkat atasnya kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya;
2.
Dekonsentrasi, pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala Wilayah
atau Kepala Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-pejabat di daerah; dan
3.
Tugas
Pembantuan (medebewind), tugas
untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada
Pemerintah Daerah oleh Pemerintah oleh Pemerintah Daerah atau Pemerintah Daerah
tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang
menugaskannya.
Dalam kaitannya dengan Kepala Daerah baik untuk Dati I
(Provinsi) maupun Dati II (Kabupaten/Kotamadya), dicalonkan dan dipilih oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan
sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang calon yang telah dimusyawarahkan dan
disepakati bersama antara Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pimpinan
Fraksi-fraksi dengan Menteri Dalam Negeri, untuk
masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa
jabatan berikutnya,dengan
hak, wewenang dan kewajiban sebagai pimpinan pemerintah Daerah yang
berkewajiban memberikan keterangan pertanggungjawaban kepada Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah sekurang-kurangnya sekali setahun, atau jika dipandang perlu
olehnya, atau apabila diminta oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta
mewakili Daerahnya di dalam dan di luar Pengadilan.[
Berkaitan dengan susunan, fungsi dan kedudukan anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, diatur dalam Pasal 27, 28, dan 29 dengan hak seperti
hak yang dimiliki oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (hak anggaran;
mengajukan pertanyaan bagi masing-masing Anggota; meminta keterangan;
mengadakan perubahan; mengajukan pernyataan pendapat; prakarsa; dan
penyelidikan),dan
kewajiban seperti
a). mempertahankan, mengamankan serta mengamalkan PANCASILA
dan UUD 1945;
b). menjunjung tinggi dan melaksanakan secara konsekuen Garis-garis
Besar Haluan Negara, Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat serta
mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c). bersama-sama
Kepala Daerah menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah dan
peraturan-peraturan Daerah untuk kepentingan Daerah dalam batas-batas wewenang
yang diserahkan kepada Daerah atau untuk melaksanakan peraturan
perundangundangan yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Daerah; dan
d). memperhatikan aspirasi dan memajukan tingkat kehidupan rakyat dengan berpegang
pada program pembangunan Pemerintah.
Dari dua bagian tersebut di atas, nampak bahwa meskipun
harus diakui bahwa UU No. 5 Tahun 1974 adalah suatu komitmen politik, namun
dalam prakteknya yang terjadi adalah sentralisasi (baca: kontrol dari pusat)
yang dominan dalam perencanaan maupun implementasi pembangunan Indonesia. Salah
satu fenomena paling menonjol dari pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1974 ini adalah
ketergantungan Pemda yang relatif tinggi terhadap pemerintah pusat.
Pelaksanaan otonomi daerah setelah masa orde baru
Upaya serius untuk melakukan desentralisasi di Indonesia
pada masa reformasi dimulai di tengah-tengah krisis yang melanda Asia dan
bertepatan dengan proses pergantian rezim (dari rezim otoritarian ke rezim yang
lebih demokratis). Pemerintahan Habibie yang memerintah setelah jatuhnya rezim
Suharto harus menghadapi tantangan untuk mempertahankan integritas nasional dan
dihadapkan pada beberapa pilihan yaitu[14]:
1.
melakukan pembagian kekuasaan dengan
pemerintah daerah, yang berarti mengurangi peran pemerintah pusat dan
memberikan otonomi kepada daerah;
2.
pembentukan negara federal; atau
3.
membuat pemerintah provinsi sebagai
agen murni pemerintah pusat.
Pada masa ini, pemerintahan Habibie memberlakukan dasar
hukum desentralisasi yang baru untuk menggantikan Undang-Undang No. 5 Tahun
1974, yaitu dengan memberlakukan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Beberapa hal yang mendasar
mengenai otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah yang sangat berbeda dengan prinsip undang-undang sebelumnya
antara lain :
1.
Dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun
1974 pelaksanaan otonomi daerah lebih mengedepankan otonomi daerah sebagai
kewajiban daripada hak, sedang dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
menekankan arti penting kewenangan daerah dalam mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat melalui prakarsanya sendiri.
2.
Prinsip yang menekankan asas
desentralisasi dilaksanakan bersama-sama dengan asas dekonsentrasi seperti yang
selama ini diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tidak dipergunakan
lagi, karena kepada daerah otonom diberikan otonomi yang luas, nyata dan
bertanggung jawab. Hal ini secara proporsional diwujudkan dengan pengaturan,
pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta
perimbangan keuangan pusat dan daerah. Di samping itu, otonomi daerah juga
dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang juga memperhatikan
keanekaragaman daerah.
3.
Beberapa hal yang sangat mendasar
dalam penyelenggaraan otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999,
adalah pentingnya pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas
mereka secara aktif, serta meningkatkan peran dan fungsi Badan Perwakilan
Rakyat Daerah. Oleh karena itu, dalam Undang-undang ini otonomi daerah
diletakkan secara utuh pada daerah otonom yang lebih dekat dengan masyarakat,
yaitu daerah yang selama ini berkedudukan sebagai Daerah Tingkat II, yang dalam
Undang-undang ini disebut Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
4.
Sistem otonomi yang dianut dalam
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah otonomi yang luas, nyata dan
bertanggung jawab, dimana semua kewenangan pemerintah, kecuali bidang politik
luar negeri, hankam, peradilan, moneter dan fiskal serta agama dan bidang-
bidang tertentu diserahkan kepada daerah secara utuh, bulat dan menyeluruh,
yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
5.
Daerah otonom mempunyai kewenangan
dan kebebasan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan
aspirasi masyarakat. Sedang yang selama ini disebut Daerah Tingkat I atau yang
setingkat, diganti menjadi daerah provinsi dengan kedudukan sebagai daerah
otonom yang sekaligus wilayah administrasi, yaitu wilayah kerja Gubernur dalam
melaksanakan fungsi-fungsi kewenangan pusat yang didelegasikan kepadanya.
6.
Kabupaten dan Kota sepenuhnya
menggunakan asas desentralisasi atau otonom. Dalam hubungan ini, kecamatan
tidak lagi berfungsi sebagai peringkat dekonsentrasi dan wilayah administrasi,
tetapi menjadi perangkat daerah kabupaten/kota. Mengenai asas tugas pembantuan
dapat diselenggarakan di daerah provinsi, kabupaten, kota dan desa. Pengaturan mengenai
penyelenggaraan pemerintahan desa sepenuhnya diserahkan pada daerah
masing-masing dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah.
7.
Wilayah Provinsi meliputi wilayah
laut sepanjang 12 mil dihitung secara lurus dari garis pangkal pantai, sedang
wilayah Kabupaten/Kota yang berkenaan dengan wilayah laut sebatas 1/3 wilayah
laut provinsi.[15]
8.
Pemerintah Daerah terdiri dari
Kepala Daerah dan perangkat daerah lainnya sedang DPRD bukan unsur pemerintah
daerah. DPRD mempunyai fungsi pengawasan, anggaran dan legislasi daerah. Kepala
daerah dipilih dan bertanggung jawab kepada DPRD. Gubernur selaku kepala
wilayah administratif bertanggung jawab kepada Presiden.
9.
Peraturan Daerah ditetapkan oleh
Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD sesuai pedoman yang ditetapkan
Pemerintah, dan tidak perlu disahkan oleh pejabat yang berwenang.
10.
Daerah dibentuk berdasarkan
pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik,
jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangannya lain yang memungkinkan
terselenggaranya otonomi daerah, daerah, daerah yang tidak mampu
menyelenggarakan otonomi daerah dapat dihapus dan atau digabung dengan daerah
lain. Daerah dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu daerah, yang ditetapkan
dengan undang-undang.
11.
Setiap daerah hanya dapat memiliki
seorang wakil kepala daerah, dan dipilih bersama pemilihan kepala daerah dalam
satu paket pemilihan oleh DPRD.
12.
Daerah diberi kewenangan untuk
melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun,
pendidikan dan pelatihan pegawai sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah,
berdasarkan nama, standar, prosedur yang ditetapkan pemerintah.
13.
Kepada Kabupaten dan Kota diberikan
otonomi yang luas, sedang pada provinsi otonomi yang terbatas. Kewenangan yang
ada pada provinsi adalah otonomi yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, yakni
serangkaian kewenangan yang tidak efektif dan efisien kalau diselenggarakan
dengan pola kerjasama antar Kabupaten atau Kota. Misalnya kewenangan di bidang
perhubungan, pekerjaan umum, kehutanan dan perkebunan dan kewenangan bidang
pemerintahan tertentu lainnya dalam skala provinsi termasuk berbagai kewenangan
yang belum mampu ditangani Kabupaten dan Kota.
14.
Pengelolaan kawasan perkotaan di
luar daerah kota dapat dilakukan dengan cara membentuk badan pengelola
tersendiri, baik secara intern oleh pemerintah Kabupaten sendiri maupun melalui
berkerjasama antar daerah atau dengan pihak ketiga. Selain DPRD, daerah juga
memiliki kelembagaan lingkup pemerintah daerah, yang terdiri dari Kepala
Daerah, Sekretariat Daerah, Dinas-Dinas Teknis Daerah, Lembaga Staf Teknis
Daerah, seperti yang menangani perencanaan, penelitian dan pengembangan,
pendidikan dan latihan, pengawasan dan badan usaha milik daerah. Besaran dan
pembentukan lembaga-lembaga itu sepenuhnya diserahkan pada daerah. Lembaga
pembantu Gubernur, Pembantu Bupati/Walikota, Asisten Sekwilda, Kantor Wilayah
dan Kandep dihapus.
15.
Kepala Daerah sepenuhnya bertanggung
jawab kepada DPRD, dan DPRD dapat meminta Kepala Daerahnya berhenti apabila
pertanggungjawaban Kepala daerah setelah 2 (dua) kali tidak dapat diterima oleh
DPRD.
Referensi
3.
^ Kuncoro (2004), Otonomi dan Pembangunan Daerah;
Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang, Jakarta: Penerbit Erlangga
9.
^ UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan
Daerah, Bab III, Bagian Kelima, Paragrap 1, Pasal 15(1) dan Pasal 16(1)
10.
^ UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan
Daerah, Bab III, Bagian Kelima, Paragrap 1, Pasal 17
11.
^ UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan
Daerah, Bab III, Bagian Kelima, Paragrap 2, Pasal 22 dan Pasal 23
12.
^ UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan
Daerah, Bab III, Bagian Ketujuh, Paragrap 2, Pasal 29
13.
^ UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan
Daerah, Bab III, Bagian Ketujuh, Paragrap 2, Pasal 30
14.
^ Kuncoro (2004), Otonomi dan Pembangunan Daerah;
Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang, Jakarta: Penerbit Erlangga
Sumber :
0 komentar:
Posting Komentar