Secara sosiologis, kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan
ditentukan oleh tiga faktor; yakni kesadaran manusia, struktur yang menindas,
dan fungsi struktur yang tidak berjalan semestinya. Dalam konteks kesadaran,
kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan biasanya merujuk pada kesadaran
fatalistik dan menyerah pada "takdir". Suatu kondisi diyakini sebagai
pemberian Tuhan yang harus diterima, dan perubahan atas nasib yang dialaminya
hanya mungkin dilakukan oleh Tuhan. Tak ada usaha manusia yang bisa mengubah
nasib seseorang, jika Tuhan tak berkehendak. Kesadaran fatalistik bersifat
pasif dan pasrah serta mengabaikan kerja keras. Kesadaran ini tampaknya
dimiliki sebagian besar masyarakat Indonesia, sehingga kemiskinan, kebodohan ,
Berikut videonya yang
mengenai dampak kemiskinan dan keterbelakangan Negara kita ini :
keterbelakangan diterima sebagai takdir yang tak bisa ditolak.
Bahkan, penerimaan terhadap kondisi itu merupakan bagian dari ketaatan beragama
dan diyakini sebagai kehendak Tuhan. Kesadaran keberagamaan yang fatalistik itu
perlu dikaji ulang. Pasalnya, sulit dipahami jika manusia tidak diberi
kebebasan untuk berpikir dan bekerja keras. Kesadaran fatalistik akan mengurung
kebebasan manusia sebagai khalifah di bumi. Sementara sebagai khalifah, manusia
dituntut untuk menerapkan ajaran dalam konteks dunia dan akhirat. Oleh karena
itu, kemiskinan dan kebodohan, wajib diubah. Bahkan, kewajiban itu adalah
bagian penting dari kesadaran manusia.
Faktor penyebab lain yang
menyebabkan kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan karena otoritas
struktural yang dominan. Kemiskinan, misalnya, bisa disebabkan oleh ulah
segelintir orang di struktur pemerintahan yang berlaku tidak adil. Kemiskinan
yang diakibatkan oleh problem struktural disebut "kemiskinan struktural".
Yaitu kemiskinan yang sengaja diciptakan oleh kelompok struktural untuk
tujuan-tujuan politik tertentu. Persoalan kemiskinan, kebodohan, dan
keterbelakangan juga disebabkan karena tidak berfungsinya sistem yang ada.
Sebab orang-orang yang berada dalam sistem tidak memiliki kemampuan sesuai
dengan posisinya. Akibatnya sistem berjalan tersendat-sendat, bahkan kacau.
Kesalahan menempatkan orang tidak sesuai dengan kompetensinya (one man in
the wrong place) bisa mengakibatkan kondisi bangsa ini menjadi fatal.
Kondisi masyarakat Indonesia yang masih berkubang dalam
kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan, jelas berseberangan dengan
prinsip-prinsip fitrah manusia. Fitrah manusia adalah hidup layak,
berpengetahuan, dan bukan miskin atau bodoh. Untuk mengentaskan masyarakat
Indonesia dari kubangan kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan, pemerintah
perlu mengambil kebijakan strategis. Kebijakan strategis tersebut membutuhkan
suatu jalur yang dipandang paling efektif. Dalam konteks inilah penulis
berpendapat bahwa pendidikan merupakan satu-satunya jalur paling efektif untuk
mengentaskan seluruh problem sosial di Indonesia.
Meskipun persoalan kemiskinan bisa saja disebabkan karena
struktur dan fungsi struktur yang tidak berjalan, akan tetapi itu semua
mengisyaratkan pada faktor manusianya. Struktur jelas buatan manusia dan
dijalankan oleh manusia pula. Jadi, persoalan kemiskinan yang bertumpu pada
struktur dan fungsi sistem jelas mengindikasikan problem kesadaran manusianya.
Dengan demikian, agenda terbesar pendidikan nasional adalah bagaimana merombak
kesadaran masyarakat Indonesia agar menjadi kritis.
0 komentar:
Posting Komentar